Papa itu orangnya suka ga tahan hatinya kalo ada yang terluka fisik. Itu sejak papa kecil makanya sering nyingkir dengan mimik galau gitu. Nah semalem mbak Alma mau buat prakarya. Nyari kardus, cutter sama penggaris. Yang lain beraktivitas sendiri-sendiri.
Tiba-tiba mbak Alma berteriak "aduh" kena cutter, papa melihat dan jelas muncul darah merah kental dari jempol kirinya. Meski sudah dilap bolak balik tetap saja keluar. Papa menyarankan ditempel pake es. Sedang mama menasehati lain kali pakai gunting saja karena bahaya. Papa sama sekali ga mendekat dan menyelesaikan pekerjaan mbak Alma.
Mama menemani mbak menempel es di jempol kirinya. Tentu menagis sebab lumayan dalam lukanya. Ah papa jadi teringat beberapa kejadian yang membuat papa memang ga tega. Sebut saja saat mama melahirkan, papa selalu menjauh karena ga tega dengar jeritan sakitnya mama melahirkan mas Afin, mbak Alma maupun dik Adhan.
Juga saat mas Afin tangannya mau diluruskan setelah patah sempurna di sekolah. Papa menjauh dari ruang rumah sakit dimana mas Afin berteriak kesakitan dan ditemani mama. Atau saat mas Afin sunat, jangankan nungguin diluar kamar, papa lebih baik berkendara ke sawah membawa hp dan bilang ke mbak Alma untuk sms kalau sudah selesai prosesnya.
Kejadian tangan mbak Alma mengingatkan beberapa kejadian yang membuat hati papa getir, perih dan sakit. Sepanjang mbak Alma mengobati lukanya, papa sama sekali ga berani melihat luka. Bawaannya sewot dan menyesal kenapa membiarkan mbak Alma menangani tugasnya sendiri.