Entah
sebab apa Dino terus memandang laki-laki itu. Orangnya kekar. Seperti tokoh
film penjahat. Tubuhnya besar sekali. Pasti ia kuat menggendong tiga galon
sekaligus, batin Dino. Tapi ada yang mencurigakan...
Sret!
Lelaki itu menoleh, menatap Dino yang sedang memperhatikannya. Otomatis Dino
memalingkan wajahnya, malu karena terpergok memerhatikan orang. Meskipun sudah
tidak memandang lelaki itu, Dino bisa merasakan tatapan tajam orang itu.
“Kenapa
Dino? Mukamu sedikit pucat.”Dino hanya nyengir ditanya begitu oleh Andin. Tentu
dia tidak menceritakan tentang sosok yang dia amati tadi. Nanti Andin malah
memperhatikannya dan orang besar itu tambah marah.
Dino
meneruskan makannya dengan jantung yang berdegup keras. Ia hanya mengangguk
ketika Andin menceritakan tentang fakta laut (yang sebenarnya sudah ia
ketahui), dan menggeleng ketika ditawari ikan teri yang menurut Andin rasanya
asin sekali. Yah, Dino kan sedang menenangkan jantungnya.
Karena
penasaran, Dino mencoba mengangkat mukanya sedikit. Ia ingin melihat laki-laki
kekar itu sebentar. Tapi aneh. Lelaki itu menghilang! Tanpa malu lagi, Dino
mencari lelaki itu terang-terangan. Ah, itu dia! Lelaku itu sedang berlari,
punggungnya terlihat kecil di kejauhan. Apa
yang terjadi? Kenapa dia berlari?
Batin Dino bertanya-tanya.
“Aaa!”teriakan
melengking dari ibu-ibu yang berjarak 1 meter dari tempat Doni duduk
mengagetkannya. Dino dan Andin berpaling, si ibu-ibu gendut tadi rupanya yang
berteriak. Ia tampak ketakutan, sementara anak kecilnya memandangnya bingung
“Ada
apa Bu?”beberapa orang menanyainya bersamaan.
“Dompet!
Dompet saya hilang!”
“Hah?”Andin
dan Dino bertatapan. Jangan-jangan... sekelebat pikiran terbersit di
benak Dino. Ia teringat lelaki tadi. Laki-laki berjaket kulit yang berbadan
besar, yang memandang lautan. Lelaki yang diamatinya. Lelaki yang menatapnya
tajam.
Ia
ingat sosok itu berlari menjauh. Jangan-jangan... lelaki itu...
Andin
mengguncangkan badannya. “Dino, ada apa? Mukamu pucat sekali. Dino!”
Dino
mengerjapkan matanya. Ia mengajak saudara kembarnya ke pinggir kapal. Disitu ia
menceritakan sosok lelaki misterius yang dilihatnya. Dia ceritakan semua tanpa
ada bumbu-bumbu. Tapi, kecurigaannya belum dia tambahkan. “Terus? Apa
hubungannya sama ibu yang kehilangan dompet itu?”Andin belum paham rupanya.
Dino menghela napas.
“Tapi
ini Cuma dugaanku saja ya Ndin... Lelaki itu pencurinya!”
“Hah?!”Dino
menutup mulut Andin. “Ma-masa sih?”
“Sst,
jangan bilang siapa-siapa, ini Cuma dugaanku saja. Habis orangnya seram sih.
Kalau melihatnya, kau akan kuberi tahu. Biar kamu menilai sendiri bagaimana
orangnya.”Andin hanya mengangguk. “Sungguhan ya, kamu jangan bilang
siapa-siapa.”
“Paman
juga tidak?”
“Paman
juga jangan dibilangi. Ini Cuma dugaanku saja, nanti Paman marah. Disangkanya
aku menduga-duga sembarangan.”ujar Dino. “Eh, itu Paman Husin! Paman!”Dino
menghampiri pamannya yang tampak bingung mencari-cari mereka. Paman Husin
diseret Dino ke tempat Andin.
“Kalian
ini, Paman mencari kalian terus dari tadi! Kalau hilang bagaimana!”paman tampak
jengkel, juga khawatir. “Kalian bilang hanya jalan-jalan, tapi tidak bilang
mampir di kantin. Sudah makan pula!”diliriknya piring kosong Dino dan Andin.
“Maaf
Paman, jangan marah. Paman makan dulu saja.”kata Dino.
“Iya,
makanannya sedap lho Paman. Andin temani ya?”tawar Andin. Paman menggeleng,
lebih memilih mengambil makan sendiri. Ia berpesan pada kedua keponakannya agar
tetap menunggu disitu, sementara ia mengambil makanan. Andin dan Dino hanya
mengangguk, takut dimarahi lagi.
“Ndin,
coba tanya Ibu yang kehilangan dompet tadi yuk!”ajak Dino. Tapi Andin
menggeleng. Nanti dimarahi paman, dia memberi alasan. “Ayolah Ndin, kita main
detektif.”tapi tetap saja Andin bersikeras tidak mau. Terpaksa Dino sendiri
yang pergi. Ia menjalankan tugas pertama sebagai detektif Dino!
0 komentar:
Posting Komentar