Jelang usia ke 12 mas Afin, kami menerima kabar mengejutkan,
Tanpa pikir panjang mbak Alma dan dik Adhan kami turunkan sembari berpesan pada mbak Alma untuk mencari telpon sekolah mas. "Tolong di sms-in ke mama yah mbak" pesan mama. Lajulah motor papa mama menuju ke sekolah. Belum semenit ada telpon masuk, tentu kami pikir dari sekolah ternyata dari mbah. Karena dijalan dan sedang kalut, kami bilang bahwa nanti akan ditelp.
Pikiran papa dan mama bergejolak masing-masing. Beberapa hal yang sama dipikirkan adalah memori kecelakaan mas Afin saat di TK A yang menyebabkan lengan mas patah. Saat ini bulan puasa dan menjelang lebaran tentu biaya yang akan dikeluarkan akan lebih besar lagi. Belum beberapa perabot rumah yang sudah dipesan belum terbayar.
Mama juga sempat komplain kenapa papa memakai celana sobek, tentu tidak enak ke sekolah dengan celana seperti itu. Yang jelas tidak banyak diperbincangkan dijalan. Begitu sampai disekolah papa langsung membuka hp sementara mama masuk ke sekolahan. Ternyata ada sms dari pak Ari dan panggilan darinya. Ada salah satu guru menuju teras sekolah dan bilang "ga ada yang jatuh tapi koq ada yang bilang jatuh ya" kata guru itu pada yang lain.
Alhamdulillah, itu kata pertama yang terucap. Yang jelas papa langsung telpon ke rumah meminta bicara dengan bude memastikan apakah si penelpon menyebut nama sekolah mas Afin. Bude memastikan iya. Lantas apa hubungannya dengan pak Ari? Ternyata setelah menerima telpon, ditengah kebingungannya bude datang ke pak Ari menceritakan telpon tersebut.
Karuan pak Ari kaget dan berusaha menghubungi papa. Karena hp ada di tas ya tidak diangkat. Di Sekolah mama tidak mendapat kabar ada anak jatuh dari tangga. Mama meminta ijin memastikan kondisi mas Afin di kelas. Mas pun keluar dengan tatapan kaget.
"ada apa mah" tanyanya.
"Kamu tidak ada apa-apa kan? nggak jatuh" tanya mama penasaran
"nggak. eh koq mama tahu aku jatuh? tapi ga papa koq wong tadi lari-lari sama temen"jawabnya dengan tatapan tetap tak mengerti.
"Oh ya sudah" kata mama dan kemudian keluar ke sekolah.
Mama memastikan bahwa mas Afin tidak kenapa-kenapa. Namun pihak sekolah bilang kemaren juga ada kejadian seperti itu. Papa menjawab sms pak Ari bahwa tidak terjadi apa-apa. Pak Ari menelpon dan menjelaskan kejadian bude mendatanginya.
"Lha nelpon pak Iral ga diangkat ya aku langsung ke DJI eh dijawab tidak ada anak jatuh. Aku sadar bahwa Afin sudah lulus. terus aku ke Jongke, disana juga dipastikan tidak ada anak jatuh. Aku lupa bahwa Afin tidak sekolah disitu" cerita pak Ari.
Selang beberapa saat, mas Afin pun keluar karena bel sekolah berbunyi. Diluar dia masih menanyakan sebenarnya ada apa. Mama ceritakan soal telpon yang diterima bude. Dikelas, mas Afin juga sempat ditanya temannya apakah dia jatuh. Hal itu menambah rasa penasarannya. Kamipun kemudian pulang sembari menganalisa apa yang terjadi.
Dirumah, mbak Alma menambahi ceritanya dari penuturan bude. "Katanya mas jatuh dari tangga dan dibawa ke rumah sakit oleh bu Mul. Terus yang nelpon bilang disuruh mencatat no telpon rumah sakit. Tapi bude bilang dia tidak bisa nulis" disinilah papap mama tertawa. Rupanya cerita penipuan inipun terjadi pada kami. Untungnya bude ga bisa menulis sehingga pesan untuk mencatat no telp tak bisa dilakukannya.
Dari banyak cerita yang sudah kami dengar, biasanya pihak yang ditelpon akan menelpon no yang ditinggalkan. Kemudian si penerima telpon yang mengaku rumah sakit akan bilang si anak akan dioperasi serta meminta DP biaya operasi sebab bila tidak akan berbahaya bagi jiwa anak.
Entah dari mana si penipu mendapat nama dan no telpon rumah. Yang penting semuanya sehat dan kami tak tertipu. Semoga kejadian ini memberi pembelajaran bagi kita semua untuk tidak gegabah menghubungi pihak-pihak yang mengaku sedang menangani kerabat kita yang celaka. Sebaiknya kita cek bagaimana kondisi mereka. Benar-benar menguras emosi jelang ultah mas Afin ke 12.
0 komentar:
Posting Komentar