Mulutnya tetap ternganga, kadang rengekan manja juga masih keluar dari mulutnya. Sepertinya cukup kesakitan akibat jatuh dari sepeda saat main dengan kedua kakaknya. Papa menggendongnya dan mau. Ketika diminta untuk menutup mulut, dik Adhan menolak. Pun ketika bibir mencoba disentuh jemari papa juga ditolaknya.
Disisi lain papa harus memastikan tidak ada apa-apa dengan gigi, gusi hingga dagunya. Tak kurang akal, papa ajak dik Adhan melihat kereta. Rengekan sudah berhenti dan papa mengeluarkan kendaraan. Cuma berdua, menuju palang kereta di persimpangan Mayong. Memang lokasi itu jadi lokasi favourite dik Adhan melihat kereta apalagi ditambah dengan palang kereta dan suara kedatangan kereta.
Sembari menunggu kereta, papa mencoba menanyakan bagaimana kejadian tadi. Siapa yang mengajak bercanda dan apakah masih merasa sakit. Sepertinya rasa trauma masih berkelebat di kepala dik Adhan sehingga dia tidak mau menjawabnya. Papa harus memancing dengan cara lain. Sayangnya kereta tak kunjung lewat juga, maklum kelewat larut (jelang pukul 18.00).
Lantas papa bertutur tentang kereta minyak yang sempat dilihat dik Adhan kemarin. Dengan antusias dik Adhan menyambung pembicaraan papa. Nah kemudian papa minta dia menunjukkan deretan gigi bawah dan atas dengan bergantian menggeser bibirnya menggunakan jari. Alhamdulillah tak terlihat luka atau darah disela-sela bibir itu.
Sampai jelang maghrib, kereta tak jua muncul. Akhirnya papa mengajak pulang sembari menyatakan besok bisa kesitu lagi melihat kereta. Ditengah jalan papa mengingatkan juga sewaktu melihat rombongan bebek makan dan mandi disungai. Rupanya dia cukup antusias menyambut cerita itu dan tak terasa kami sampai dirumah.
0 komentar:
Posting Komentar