Minggu 17 Juli papa memiliki tugas kantor untuk berangkat ke
Kupang padahal tanggal 15 Juli dik Adhan dengan mama berniat ke Jogja. Cuma
jalan-jalan naik kereta api sebelum masuk sekolah. Dik Adhan sih suka banget.
Supaya sekalian, akhirnya jalan-jalan dik Adhan diundur sekalian mengantar papa
ke bandara yang memang berangkat dari Adi Sutjipto.
Agar tidak kehabisan tiket, mama pun pesan tiket jauh-jauh
hari sebelum papa berangkat. Awalnya mau booking Joglokerto tapi ternyata ga
bisa pesan dan kereta yang berangkat jam 6 pagi tidak ada. Akhirnya kami
memesan yang pukul 5.23, hhhmmm lumayan pagi.
Dik Adhan tentu tetap bersuka cita, yang penting naik
kereta. Yang bikin agak terkejut, mama ternyata ada agenda keluar kota Rabu
sampai Jumat. Wah lumayan berat karena dik Adhan perlu ada yang tunggu dirumah.
Dipikir belakangan lah. Waktu ditanya, dik Adhan bilang minta ditungguin mbah
Pekalongan.
Hari Minggu tiba, dan kami bangun subuh untuk berangkat ke
Jogja. Kami naik kereta bersama sayangnya duduk harus terpisah semua meski
berdekatan. Untung dik Adhan berani dan tidak masalah. Sampai di Jogja kamipun
mencari tempat makan pagi. Ya seadanya karena kebetulan masih banyak yang
tutup.
Kami ngobrol, bermain dan sempat ambil gambar bersama. Waktu
begitu cepat berlalu hingga saat papa berangkatpun tiba. Papa berpamitan eh tak
disangka adik tidak mau ditinggal, dia pun menangis memeluk papa. Ya Allah
rasanya masih sama seperti 6 dan 10 tahun lalu saat mbak Alma melakukan hal
yang sama.
Padahal kalau mama yang berangkat ni anak biasa saja. Berat
banget rasanya dan air mata tetap keluar dari sudut kelopaknya. Ah anak-anak
yang luar biasa, bundanya membentuk mereka dengan sangat total sehingga mereka
menunjukkan rasa dengan sepenuh hati.
Hingga akhirnya pelukan dilepas, papa beranjak masuk untuk
melakukan cek in. Dengan melambai, mata sembab, tatapan yang sendu mengiringi
langkah papa yang menjadi sangat berat. Memeluknya ketika akan berangkat masih
terasa hingga tulisan ini ditulis. Ah apakah mereka akan tetap merasa begitu
seterusnya.
Terima kasih anak-anakku, kalian memang luar biasa. Mas Afin
juga sempat memeluk, mencium dan berpesan agar papa tidak terlalu lelah. Mbak
Alma lebih banyak terdiam meski papa tahu dalam hatinya ada banyak rangkaian
kata yang ditahannya untuk keluar dari mulutnya. Anak-anak, jaga diri dan jaga
bunda kalian dengan baik. Minggu depan papa pulang.