Bagi papa mama, bermain, bercanda dan menjalani hari-hari dengan kalian ketiga anak sungguh hal yang luar biasa. Tak ada kebahagiaan yang dapat menggantikan itu semua. Bahkan ketika papa di Kaltim dan mama kerja di Jogja tahun 2007, sungguh hari-hari yang menyiksa. Tanpa suara kalian, wajah, tawa, dan manja yang menguras pikiran dan hati. Maka itu, akhir tahun 2007 papa putuskan tak perpanjang kerjaan di Kaltim. Itu demi kalian semua, anak-anak papa. Tiap pulang kerja ingin rasanya melewati malam disisi kalian.
Kadang harapan itu tak sesuai kenyataan. Pun ketika dik Adhan baru lahir pada September 2009 yang kemudian di Oktober 2009 papa harus kerja di Jakarta. Tak ada pilihan, tawaran itu akhirnya papa terima. Benar saja, hari-hari papa terasa kering dan tidak mudah. Terus menerus terpikir dik Adhan. Raut wajah, suara hingga tangisan itu masih saja lekat dalam sanubari terdalam. Meski sebulan sekali pulang, tetap saja tak enak melewati waktu demi waktu yang papa rasa teramat lambat.
Saat mas Afin dan mbak Alma kecil, keduanya sangat dekat dengan papa. Bahkan bila tidur tak disamping papa, terasa lama mata kalian dapat terpejam. Kebiasaan mas Afin minta dikipasi dan punggung digaruk terus menerus dilakukan hingga mungkin usia 3 atau 4 tahun. Tak ada lelah kami melakukan itu semua dan imbalannya melihat betapa nyenyaknya tidurmu nak. Sungguh itu semua membuat rumah mungil ini terasa bagai surga. Cerah, ceria dan cemerlang diwarnai derai tawa tiap terbit matahari hingga malam mendekap bumi.
Mbak Alma yang berlesung pipit sering memprotes kalo kipas dipegangan tangan mama itu menyentuh wajahnya. Terbangun dan minta papa yang menggantikan mengipasinya. Dengan ibu jari atau telunjuk yang dioleskan keseluruh bibir, itu penanda nikmatnya jelang mata terpejam. Coba papa tahan tangannya namun pasti protes yang mengalir. Tak jarang mbak terlelap dengan jari tangan masih menempel pada bibir.
Sekarang, tidak dengan dik Adhan. Mama yang selalu dipanggilnya. Bahkan awal papa di Jakarta tak mau disentuh ketika papa pulang. Bila dipaksa, justru suara tangis akan keluar dan mencari mamanya. Bagi papa, itu tantangan meski disisi lain terasa mengusik ketenangan sebab papa ingin dik Adhan begitu dekat dan lekat. Mau gimana lagi, karena jarak memisahkan adik dengan papa. Tak pernah putus asa dengan semua itu, papa merayunya dengan naik motor. Itu berhasil hingga kalau papa datang atau mau pergi naik motor, dik Adhan minta bonus naik.
Tak apalah bila membuat hatimu senang. Papa selalu mau melakukannya soalnya bisa deket. Apalagi pasca Oktober 2010 papa kembali beraktivitas di Solo. 3 bulan setelah dirumah tetap saja tak membuat adik lengket. Meski demikian, papa terus menerus akan berusaha mendapatkan pelukan hangat itu. Mas Afin dan mbak Alma demikian juga berebut dekat dengan dirimu. Harapan besar bagi kami semua untuk terus bersama dan saling dekat. Tentu bagi mama ini semua karunia.
Diakui atau tidak, dik Adhan memang jauh lebih dekat secara fisik ke mama. salah satu alasannya hingga bulan ke 15 sejak lahir, ASI masih terus diminum meski terlihat rasa kenyang tak lagi bisa hadir dengan asupan itu. Alhamdulillah, semua sehat dan kehadiran dik Adhan membuat semua yang ada di rumah mungil ini bertambah saja. Kami berharap, kebahagiaan ini akan terus, terus dan terus saja hadir dan mengelilingi kehidupan kami. Anak-anakku, ingatlah bahwa ini semua kami lakukan karena cinta kami yang luar biasa. Waktu tak bisa memisahkan kasih sayang, cinta dan kehangatan yang pernah ada, sedang maupun akan hadir.
0 komentar:
Posting Komentar