Tanggal 13-17 lalu mama harus kerja keluar pulau dan tak tanggung-tanggung jauhnya. Kemana? ke Menado. Mas Afin dan mbak Alma protes karena mama akan pergi jauh untuk waktu yang cukup lama. Awalnya papa merasa yakin akan baik-baik saja mendampingi 3 anak dan seperti biasanya yang akan berjalan normal. Hanya memang soal dik Adhan yang membuat papa dan mama yang cukup ketar-ketir melewati hari-hari. Apalagi bila malam tiba. Selama ini tak pernah mama tak disampingnya ketika matahari terbenam. Namun karena tak kuasa menghindarinya ya apa boleh buat, harus dihadapi. Malam pertama sebenarnya cukup melegakan karena rewelnya si kecil mampu ditangani sm yg momong.
Mas Afin dan mbak Alma banyak membantu nungguin adek kalau papa atau mbak Ida lagi repot. Dua hari sebelumnya kebetulan dek Adhan memang sudah pilek dan pada saat mama tinggal melernya terus tak berhenti. Kasian juga sebenarnya. Apalagi kalau dimandikan, tanpa alasan yang jelas terus saja menangis sembari berteriak. Agak ga enak karena kalau kedengar tetangga bisa dipikir menyiksanya. Dihadapi saja daripada tidak mandi sama sekali. Saat selasa malam, saat pakde menginap ditempat kita, mbak Alma batuk-batuk tak berhenti. Papa kelabakan luar biasa. Meski sudah coba diatasi dg diberi minyak, balsem atau kunir tetep saja batuknya tak henti.
Sekitar jam 02.00 batuk mulai terhenti entah karena obat alaminya manjur atau kelelahan terjaga, papa tak tahu pasti. Papa juga terlelap diterjang rasa lelah yang luar biasa. Rabu pagi, papa kaget dengan kondisi mas Afin yang mencapai panas tinggi. Kata yang momong, jam 3 dini hari sudah BAB mencret. Ketika diperiksa pakai tangan, luar biasa panasnya. Belum lama berselang, dia muntah-muntah. Kepanikan papa semakin bertambah karena dua malam lalu tetangga kami bercerita memang sedang musim muntaber.
Papa cari jalan dengan browsing penanganan muntaber di internet. Solusi jitu pake oralit. Sayangnya sang kakak agak males2an minum oralit. Awalnya bahkan dimuntahkan lagi. Mas Afin terlihat lesu dan lemas serta tak bergairah. Agak was-was melihat kondisinya. Sempat terpikir untuk dibawa ke dokter. Anak2 juga dilarang bercerita pada mama kalau kakaknya muntaber. Bukan apa-apa. Dengan tempat yang sangat tak terjangkau untuk mama, papa khawatir justru menambah kegelisahan yang amat sangat.
Pasca diberi oralit, BAB sdh berkurang meski hitungannya masih sering. Nafsu makan juga drop sehingga papa memaksa makan 3-4 suap sesering mungkin. Sudah tak terhitung berapa kali BAB dicelana atau tembus ke kasurnya adik. Saat mas Afin mengalami muntaber, batuk mbak Alma sudah berkurang banyak. Demikian juga pileknya dik Adhan. Begitu kamis sore mas Afin masih saja mencret (meski tak muntah lagi) rasa bimbang membawanya ke dokter muncul. Apalagi papa masih direpotkan memberesi rumah. Membenahi tembok maupun mengecat rumah. Itu papa lakukan agar ketika mama pulang bisa melihat rumah agak beda. Maklum, tanggal 16 merupakan hari lahir mama, ga ada salahnya beri kejutan tho?
Dengan memikirkan kondisi mas Afin, akhirnya diperiksa ke dokter dibawah gerimis hujan. Masih saja lemes dan tak berdaya. Papa was-was kalo pas ditempat praktek mau BAB. bisa malu nanti kalo bocor BABnya. Papa bercerita gejala dan kondisi terakhirnya pada ibu dokter. Dokter menyatakan ususnya terluka. Setelah diberi obat mas Afin pulang. Nyampe rumah mas Afin disuruh maem dan minum obat. Malam berjalan dengan tenang dan anak-anak tidur pulas. Kakak masih sesekali ke kamar mandi namun sudah jauh berkurang. Jum'at pagi kondisinya membaik dan cairan yang keluar sudah mulai mengeras.
Benar-benar satu minggu yang menegangkan bagi kami berempat tanpa mama. Berat dan sedih ketika mama jauh. Dik Adhan sering terbangun kalau malam, minta digendong keluar. Mas Afin tidak bisa meminta dibikinin soto, mbak Alma tidak bisa bercerita yang lucu-lucu atau bersama mama njagain dik Adhan. Kami memang terbiasa bersama menjalani, melewati dan melalui hari-demi hari dengan indah. "Ya Allah, tetaplah akan seperti ini selamanya" pinta kami semua, Aminnn.....
0 komentar:
Posting Komentar