Ternyata becandaan adik soal telpon itu terkadang masuk ke jalur telkom beneran. Sebelumnya mama dan papa menduga telpon itu tak beneran. Kan memang adik mencet nomor asal pijit saja sehingga tidak masuk ke jaringan resmi. Sebelumnya bahkan memakai redial yang akan tersambung dengan nomor yang sebelumnya kami gunakan.
Cuma sudah disiasati dengan mengacak nomor atau memencet nomor telpon rumah sehingga tidak akan tersambung. Begitu tahu, dik Adhan mengganti teknik yaitu memencet 147 yang tersambung ke layanan flexi atau telkom speedy. Dia senang sekali karena dipikirnya mesin penjawab itu orang beneran yang sedang berbicara. Kadang dia asyik turut ngobrol seperti "mama ada?" atau "ini dik Adhan, ada mama sama mbak Alma" tuturnya dengan wajah sumringah.
"Adik, telponnya jangan untuk mainan ya" suara seorang perempuan di seberang, dan dik Adhan pun melompat-lompat dengan girang. Papa kemudian menutup telpon dan memandangi wajah mama. Mama tersenyum manis mendengar ucapan papa "beneran nelpon ma, ada yang bilang untuk tidak memainkan telp" tutur papa. "Adik, telponnya tidak untuk mainan yah" nasehat mama. Namun dik Adhan malah berujar "Adik telpon aja, telpon ke telkom" jawabnya.
Lantas papa mencari kunci telepon dan menguncinya. Kedua kunci dipisah, satu dilekatkan pada kunci pintu dan satunya di kunci lemari kaca depan kamar mandi. Rupanya dik Adhan memang sedang suka menelpon sehingga berusaha nelpon lagi namun tidak bisa. Dia bilang ke papa "pa, dik Adhan mau nelpon mas Afin sama mbak Alma" pintanya. Namun papa bilang, "Kan mas sama mbak masih sekolah jadi tidak bisa ditelpon. Nanti saja yah kalau sudah besar boleh nelpon" terang papa.
0 komentar:
Posting Komentar