Senin malam papa berangkat ke Wonosobo karena ada yang mau dikerjakan. Kebetulan teman papa yang orang Wonosobo membawa mobil dari Surabaya. Sehingga papa bisa bersama-sama dari Solo. Maka janjian bertemu di Kleco. Kesana diantar mas Afin. Namun baru saja beranjak, dik Adhan menangisi kepergian papa.
Ini ketiga kalinya dik Adhan menangis sewaktu papa pergi keluar kota. Pertama waktu papa berangkat ke Pekalongan nengok mbah Uti. Padahal papa berangkat subuh, dik Adhan posisi tidur serta tak ada yang membangunkan. Sewaktu mau berangkat, eh dia terbangun dan menangis sembari memeluk papa.
Intinya tidak mau papa ke Pekalongan atau adik mau ikut papa. Kami semua kaget, baru kali pertama dia begitu. Kedua, sewaktu papa harus ke Jogja menemui teman. Meski berangkat berkendara roda dua, adik tetap menangis. Padahal papa sore berencana langsung pulang, tidak menginap. Ketiga kali ya sewaktu papa ke Wonosobo itu.
Menangisnya dik Adhan ini mirip saat dulu mbak Alma kelas 1 di SD DJI. Saat itu secara rutin memang papa pulang 2 bulan sekali. Maklum kerja juga jauh, di Kaltim. Pun sewaktu di Jakarta, mbak Alma tetap saja menangis keras menjelang papa berangkat. Kalau tidak salah dia sudah kelas 5. Mas Afin tidak pernah begitu walau papa harus pergi agak lama.
Memang itu menandakan ikatan cukup erat namun ketika papa mau berangkat diiringi dengan tangisan, rasa berat hati lebih membebani. Papa inginnya biasa saja seperti mas Afin. Toh selama papa diluar kota, sering sms atau bahkan telp. Pun bila memungkinkan bisa video call. Ah entahlah akan sampai usia berapa dik Adhan begitu.
0 komentar:
Posting Komentar