Begitu tiba ultah mbak Alma pada 27 November, kami merayakannya secara sederhana. Tak ada pesta mengundang teman-temannya. Yah, hanya kami berlima dan meniup lilin kue tart kecil lantas dimakan mas Afin dan mbak Alma. Beberapa waktu ini memang kami tak merayakan sesuatu secara besar-besaran.
Ucapan met ultah dari papa, mama, mas Afin serta tak ketinggalan dik Adhan disematkan pada mbak Alma. Semoga di ultahnya yang ke 10, mbak Alma makin rajin, tambah pintar, tetap patuh orang tua, senantiasa sehat dan bahagia. Ditiuplah lilin yang nangkring di kue tart kecilnya dan lanjut dengan makan kue.
Beberapa hari belakangan memang mbak Alma bete, karena tak ada kabar dari kumcer ataupun novel yang dikirim ke penerbit buku anak. Bukan soal apa-apa, kalau memang jelas ditolak tentu bisa ditawarkan ke penerbit lain. Bukan digantung begini.
Mama dan papa berunding untuk memastikan pada penerbit bandung serta Solo untuk menanyakan kabar naskah itu. Rencana cadangan, bila tak ada yang mau maka akan diterbitkan sendiri. Wong mbak Alma juga sudah berusaha keras. Mbak Alma dengar tapi tak konsentrasi soalnya sembari buka kado.
Sehari berikutnya muncul kabar bahwa Kumcer dan Novel mbak Alma diterima semua oleh penerbit di solo dan Bandung. Masih ada beberapa hal yang dikerjakan menuju ke tahap itu. Papa, mama, mas Afin dan dik Adhan kembali menyelamati keberhasilan mbak Alma itu. Langkah yang tentu membahagiakan kami semua.
Wajahnya berubah cerah ceria sedangkan mas Afin agak gimana. Mama memberi penjelasan pada mas Afin bahwa setiap anak papa mama selalu istimewa dibidangnya masing-masing. Jadi tidak harus prestasi sama. Mas Afin cukup unggul pada pelajaran sekolah.
Tinggal keunggulan itu bisa dijaga, dipertahankan serta dioptimalisasi supaya tidak lenyap. Mbak Alma juga tidak boleh menyombongkan diri atas prestasinya. Toh keberhasilannya berkat dukungan seluruh isi rumah. Yang penting apa yang sudah didapat harus dijaga dan dikembangkan supaya lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar