10 Juni 2013

S-A-R-A-H (Fiksi)

"Sarah..."panggilnya. "Kenapa, Zara?"tanyaku. "Tolong ambilkan cokelat itu,"pinta Zara, saudara kembarku. "Ya, tunggulah" aku berjalan pelan-pelan sambil meraba-raba. "Zara, dimana cokelatnya?"tanyaku sambil terus meraba. "Di meja pojok. Hati-hati ya Sarah,"

aku hanya mengiyakan sambil berjalan ke pojok, lalu kembali kuraba permukaan meja. "Dekat tangan kanan Sarah,"beritahu Zara tiba-tiba. Aku meraba sekitar tangan kananku dengan tangan kiri. Tiba-tiba, aku menyentuh sebuah benda. Segera kuambil, kemudian kubawa ke tempat Zara.

"Ini, Za."kataku sambil memberikan benda yang kuambil tadi. "Makasih, ya Sarah. Sejak aku kecelakaan, kamulah penolongku yang terbaik."kata Zara lembut. "Ya. Aku harap, aku bisa menjadi pengganti kedua kaki Zara yang sudah diamputasi."sahutku sambil duduk. "Kau bahkan lebih baik dari itu,"puji Zara. "Eh, lihat. Itu Mia,"katanya sambil melakukan sesuatu dengan tangannya. Kurasa ia menunjuk arah pintu. Mungkin disana berdiri Mia, adik kami yang... 

"Mia, sini"panggil Zara. Aku menyipitkan mataku. Aku tidak buta total, lho. Aku bisa melihat tapi sangat remang-remang, jadi tidak jelas. Seperti kau yang sedang melihat di pukul enam sore, tanpa cahaya satupun. Aku saat melihat keadaannya seperti itu, walau ada cahaya paling terang sekalipun.

Aku mendengar suara yang lewat di depanku. "Nah, Mia. Ayo duduk sini. Yuk main!"aku mendengar suara Zara yang riang. "Kita belajar berhitung, ya Mia... Ini berapa?"Aku melihat samar-samar, Zara mengacungkan telunjuknya ke Mia. Lalu kudengar Mia menghentakkan kakinya satu kali. "Pintar Mia!"puji Zara. Mia menjawab pertanyaan dengan gerakan tangan, atau hentakkan kaki. Tapi, yang mengerti semua itu hanya aku, Zara, Ibu, dan Nenek.

Hmm... biar kuceritakan dari awal.

Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pertama tentu saja zara. walau dia kembaranku, tapi dia dianggap kakak karena lahir 5 menit sebelum aku. Aku dan Zara berumur sepuluh, sedang Mia berumur tiga tahun.

Aku sejak lahir buta total. Lalu, dengan sebuah mukjizat, aku kembali dapat melihat walau remang-remang sekali, seperti yang kuceritakan.

Zara anak normal tanpa cacat dari bayi. Tapi hanya bertahan sampai dia berumur 7 tahun. Kaki Zara tanpa sengaja terlindas truk saat ia terserempet truk. Kala itu ia berumur 7 tahun. Zara langsung dibawa ke rumah sakit (dibayari sopir truk yang bertanggung jawab atas roda truk yang melindas kaki Zara). Karena jaringannya sudah membusuk, kedua kaki Zara terpaksa diamputasi, tapi sampai lutut saja.

Sedang Mia, dia memang bisu sejak kecil. Mia di ajari nenek cara menjawab orang-orang yang menanyainya, dengan hentakan kaki misalnya. nenek pula yang merawatnya, di samping ibu. Sekarang, ibu kerja di Arab sebagai TKW. Makanya, nenek jadi 24 jam merawat dan mengasuh Mia. Sehingga Mia sangat sayang pada nenek.

Di rumah kecil ini, hanya ada aku, Zara, Mia dan nenek. ibu hanya pulang 3 bulan sekali. nenek membuat kue sebagai penghasilan sehari-hari. Sedang uang yang dikirim ibu di tabung sebagian, sebagian lagi untuk keperluan sehari-hari atau acara jika uang hasil penjualan nenek tidak mencukupi.

Jangan tanya aku tentang bapak. Aku tidak mau mengingatnya. Karena, menurutku dia jahat dan kejam. Ibu pernah bercerita, dulu sewaktu nikah sama bapak, ibu kaya karena bapak pintar dan sukses. Sebulan kemudian, ibu hamil aku dan Zara. Sesudah aku dan Zara lahir, bapak kaget dan marah. Marah karena cacat mataku. Bapak mengusir ibu. Ibu sudah memohon-mohon, tapi bapak orangnya keras kepala, dan tak berperasaan. Bapak tetap mengusir ibu. Ibu langsung pindah ke rumah nenek. Untunglah, nenek bersedia tinggal bersama ibu dan merawat kedua cucu kembarnya yang satunya cacat mata.

 Begitulah. Maka sejak itu, akupun dibesarkan di lingkungan desa nenek yang damai dan tenteram. Maka, aku dan Zara tumbuh dengan sehat tanpa racun (ceilah...).

Balik lagi...

"Hooaaaam..."aku menguap. "Za, aku ngantuk. Mau bobok dulu ya!"ijinku sambil berbaring di kasur yang sudah usang di dalam kamar. "Ya, Good Night, Sarah". Lalu aku tertidur dan melihat gerbang mimpi.

"Ha, kamu Sarah, kan?!"kata lelaki itu.

"I... iya. Bapak siapa, ya?"

"Aku Sutanto!"

Ha?? Sutanto kan nama Bapak. Jangan-jangan orang ini memang bapak!

"Ba... bapak... itu bapakku ya?"

"bocah polos! Aku memang bapakmu!"

Ba... bapak! Benarkah itu?

"Lalu... bapak kesini mau jemput Sarah?"

"kamu pikir apa?!"

"Pak... aku takut kalau digalaki seperti itu. Aku kan anaknya Bapak,"

"Tapi bukan berarti aku tidak bisa berbuat seperti itu!"

Galak banget, nih Bapak. Serem lagi.

"He, Jo! Cepat bawa bocah ini!"bapak berseru. Aku deg-degan. Tiba-tiba... "ARGGH...!"aku berusaha meronta dari sekapan seorang bapak-bapak. 

"Diam!"seru bapak beriringan dengan dorongan yang diarahkan ke aku. Aku jatuh ke sebuah kursi empuk. Aku rasa, ini kursi mobil. "Bapak kalau bawa aku pelan-pelan aja, dong!"aku protes. Terdengar pintu mobil dibanting. Lalu suara mesin menyusul.

 "Wah, kemana, nih? Bapak mau bawa aku jalanjalan ya?? Cihuuy... asyik dong!"aku berceloteh. Tidak ada yang menanggapi. Mungkin di jalan. Semuanya nggak minat bicara, ya?pikirku. Setelah itu aku diam sambil menikmati kursi mobil yang empuk. Tanpa sadar, aku tertidur.

"Hoaam..."aku bangun. Aku membuka mataku. Lalu kukerjap-kerjapkan. Aku tidak melihat satu cahaya pun. Aku berdiri, lalu berjalan sambil meraba-raba. "Bapak?"panggilku sambil trus meraba. Tak ada sahutan.

"Ibu?"

"Zara?"

"Mia?"

"Nenek?"

Tidak ada jawaban satupun. Tiba-tiba aku mendengar suara tawa menggelegar. Aku gemetar ketakutan.

"Kau sendiri di rumah ini, bocah kecil! Nanti, pukul dua belas, aku akan jemput kau, lalu akan kubawa ke Malaysia. Aku akan mengantarkanmu ke pembeli pertama yang berminat. Kau akan jadi budak disana!"seru suara itu sambil tertawa seram. Aku bergidik. Lalu aku mendengar suara langkah kaki menjauh, dan membanting pintu. Aku juga mendengar putaran anak kunci.

"anybody... help me please..."

 


0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates