28 Juli 2016

Apakah Ini Saat Yang Berat Bagi Kami?

Mendidik anak terutama untuk membentuk karakter yang baik tentu ada dalam setiap benak keluarga. Tantangannya itu yang berat dan banyak yang tidak diduga. Tantangan berat itu kadang masa/waktu bisa berbeda-beda. Bahkan kakak beradik saja masa sulit untuk menjadi anak yang jempolan juga berbeda apalagi orang lain.


Demikian pula ketika orang tua harus turun tangan menjaga anaknya “tidak kemana-mana”. Dulu kami mengalaminya saat anak-anak kelas 3-4 SD. Kebetulan kami bekerja diluar kota, satu di Kalimantan timur dan satu di Jogja. Anak-anak waktu itu sulit dikendalikan bahkan mbak Ida yang lumayan sabar saja berniat undur diri.

Papa mengambil keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak yang ditawarkan meski kehilangan pendapatan yang luar biasa. Faktanya itu menjadi keputusan yang hikmahnya luar biasa. Kini tantangan itu hadir lagi dan makin berat. Si Sulung maniak betul main game di hp.

Bundanya tertekan luar biasa sedangkan papa berada di luar kota. Berbagai cara dilakukan papa melalui komunikasi wa atau sms ya begitu saja. Faktanya game itu tidak hanya membuatnya menghabiskan waktu dengan pegang hp namun emosinya meledak-ledak. Adiknya yang paling kecil mendekat apalagi mengajaknya bercanda selalu jadi masalah. Adiknya yang cewek apalagi, cara mengingatkan kakaknya juga sudah tidak pas duluan. Malah menjadi-jadi dan bikin runyam.

Papa meminta mama untuk menarik diri meski papa tidak sedang dirumah. Maklum bila mama turun tangan hampir tidak digubris dan persoalan tambah runyam. Padahal sebelum masuk sekolah, si kakak baru saja merobekkan slebor depan akibat tersangkut bus. Lha gimana tidak robek, kalau bus yang bisa berhenti seenaknya diikutin dengan menempel.

Belum seminggu masuk sekolah, mainan game di hp menjadi rutinitas. Dibilangin mesti menjawab iya tapi tidak diikutin. Baru 3 malam papa tidak dirumah, mama akhirnya drop. Si kakak entah apa yang dilakukan. Kedua adiknya terpaksa diisolir berkomunikasi agar kondisi tidak makin runyam.

Bila tidak berubah juga, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Yang jelas bukan berbentuk kekerasan. Papa sendiri tujuan utama hanya untuk membentuk karakternya dan yakin segala keputusan ada konsekuensinya. Selalu yakin dengan langkah yang bakal diambil. Toh semua itu dilakukan demi kebaikannya. Semoga kau faham dan bisa merubah dirimu sebelum menyesal datang belakangan.

25 Juli 2016

Papa Berangkat Ke Kupang

Minggu 17 Juli papa memiliki tugas kantor untuk berangkat ke Kupang padahal tanggal 15 Juli dik Adhan dengan mama berniat ke Jogja. Cuma jalan-jalan naik kereta api sebelum masuk sekolah. Dik Adhan sih suka banget. Supaya sekalian, akhirnya jalan-jalan dik Adhan diundur sekalian mengantar papa ke bandara yang memang berangkat dari Adi Sutjipto.


Agar tidak kehabisan tiket, mama pun pesan tiket jauh-jauh hari sebelum papa berangkat. Awalnya mau booking Joglokerto tapi ternyata ga bisa pesan dan kereta yang berangkat jam 6 pagi tidak ada. Akhirnya kami memesan yang pukul 5.23, hhhmmm lumayan pagi.

Dik Adhan tentu tetap bersuka cita, yang penting naik kereta. Yang bikin agak terkejut, mama ternyata ada agenda keluar kota Rabu sampai Jumat. Wah lumayan berat karena dik Adhan perlu ada yang tunggu dirumah. Dipikir belakangan lah. Waktu ditanya, dik Adhan bilang minta ditungguin mbah Pekalongan.

Hari Minggu tiba, dan kami bangun subuh untuk berangkat ke Jogja. Kami naik kereta bersama sayangnya duduk harus terpisah semua meski berdekatan. Untung dik Adhan berani dan tidak masalah. Sampai di Jogja kamipun mencari tempat makan pagi. Ya seadanya karena kebetulan masih banyak yang tutup.

Kami ngobrol, bermain dan sempat ambil gambar bersama. Waktu begitu cepat berlalu hingga saat papa berangkatpun tiba. Papa berpamitan eh tak disangka adik tidak mau ditinggal, dia pun menangis memeluk papa. Ya Allah rasanya masih sama seperti 6 dan 10 tahun lalu saat mbak Alma melakukan hal yang sama.

Padahal kalau mama yang berangkat ni anak biasa saja. Berat banget rasanya dan air mata tetap keluar dari sudut kelopaknya. Ah anak-anak yang luar biasa, bundanya membentuk mereka dengan sangat total sehingga mereka menunjukkan rasa dengan sepenuh hati.

Hingga akhirnya pelukan dilepas, papa beranjak masuk untuk melakukan cek in. Dengan melambai, mata sembab, tatapan yang sendu mengiringi langkah papa yang menjadi sangat berat. Memeluknya ketika akan berangkat masih terasa hingga tulisan ini ditulis. Ah apakah mereka akan tetap merasa begitu seterusnya.

Terima kasih anak-anakku, kalian memang luar biasa. Mas Afin juga sempat memeluk, mencium dan berpesan agar papa tidak terlalu lelah. Mbak Alma lebih banyak terdiam meski papa tahu dalam hatinya ada banyak rangkaian kata yang ditahannya untuk keluar dari mulutnya. Anak-anak, jaga diri dan jaga bunda kalian dengan baik. Minggu depan papa pulang.

14 Juli 2016

Bertemu Yang Lama Tidak Ketemu

Kedua keluarga simbah baik yang di Klaten maupun di Pekalongan memiliki saudara yang lumayan banyak. Sepupu dari keluarga Klaten berada di banyak kota dan jumlah lebih banyak dari Pekalongan cuma memang saudara dari mbah Buyut. Ada yang memang dikenal mas, mbak dan dik Adhan, ada yang lupa namun juga ada yang susah ingat.


Lebaran tahun ini meski cukup banyak ditemui meski tidak semua. Namun ada yang 2-3 tahun baru ketemu. Di Klaten misalnya masih tetap ketemu mbak Salsa, mbak Reres, mas Kiky, mas Evan. Lainnya meski ada yang deket ternyata ga sempat ketemu seperti mbak Angel. Bagaimana mau ketemu kalau mbak Angel dirumah mbah Cuma 2 hari.

Di Pekalongan ada beberapa yang ketemu. Kalau sama dik Yoga dan dik Naya sudah pasti sementara dengan lainnya ada yang baru ketemu da nada yang ketemu lagi. Sama dik Kiky, dik Rara, mbak Dea dan lainnya memang hampir rutin bertemu.

Namun ada 2 orang yang bertemu setelah beberapa waktu ketemu. Mbak Nabilla dan dik Naflah bertemu dan ngobrol bareng dengan mbak Alma. Hmmm mereka ingat ga ya, dulu mereka sempat bercanda bareng, main bareng dan kesana kesini bersama. Entahlah dan kini sewaktu bertemu sama-sama sudah remaja.

Juga dengan anak om Ozan yang namanya saja lupa siapa itu. Mbak sempat ngobrol soal buku. Sementara mas Afin akhirnya ketemu Amar yang namanya diganti menjadi Aslam. Meski kelas di sekolah formal berbeda namun keakraban mereka sepertinya sama, mirip kayak kedua orang tuanya.

Seingat kami, 2 tahun lalu mereka ketemu dan tahun lalu mereka tidak bersua. Tinggi nya pun dulu sempat berjarak. Kini mereka sudah sama-sama menjadi remaja yang semakin terlihat 
kematangannya. Yah meski sekilas terlihat keduanya masih akrab dan semestinya ada waktu bagi mereka mengobrol lebih lama sehingga ada saling berbagi cerita.

11 Juli 2016

Belajar Sepeda

Bertemu saudara sepupu cuma sebentar sebab Naya esok harinya sudah harus perjalanan ke Brebes. Jadi ga banyak yang diperbinjangkan oleh dik Adhan. Esoknya juga bingung mau bermain apa. Awalnya mainan sepeda roda 4 namun papa melihat bila nekad dinaiki akan berbahaya sebab 2 roda kecilnya tidak stabil sehingga mudah ambruk.


Papa coba membetulkan namun posisinya selalu tidak pas. Kalau tidak terlalu tinggi dan membahayakan, ya posisi standar yang membuat adik tidak belajar naik sepeda. Akhirnya papa memutuskan untuk dilepas. Melihat caranya berkendara, papa cukup optimis adik bisa diajari naik sepeda roda 2 secepatnya.

Dik Adhanpun dipanggil dan diminta naik. Awalnya mewanti-wanti untuk memegangi sepeda supaya dia tidak terjatuh. Setelah 2 kali PP, papa diam-diam melepasnya tanpa sepengetahuannya. Akhirnya adikpun bersepeda dengan nyaman. Kesulitan yang beberapa hari kemudian dihadapinya yakni awal menggenjot.

Berkali-kali dik Adhan tidak cukup yakin dengan awal kayuhannya. Bahkan sempat terjatuh ketika posisi sepeda miring hampir menyenggol mobil di garasi. Untungnya mental cukup bagus, dia bangun lagi dan belajar.

Begitu sampai rumah di Solo, papa langsung melepas dua roda kecil di sepeda dik Adhan. Meski masih sama seperti ketika memakai sepeda dik Naya, dik Adhan tidak putus asa. Mencoba, mencoba dan mencoba lagi tanpa pernah mudah menyerah. Semangat yang tidak terlihat seperti ketika kedua kakaknya belajar sepeda.

Proses belajarnya relative cepat bahkan cuma 2 hari saja sudah berani dilepas sendiri. Dulu seingat papa kedua kakaknya 4-5 hari baru dilepas bersepeda sendiri. Alhamdulillah, lancer bersepeda dengan baik dan tanpa hambatan. Kini setiap ada yang keluar rumah, dik Adhan ingin ikut dengan memakai sepeda sendiri. Asyik kayaknya kalau dik Adhan ikut bersepeda bersama di Car Free Day.

09 Juli 2016

Idul Fitri 1437 H, Perjalanan Tak Henti

Lebaran bagi kami memang memiliki makna yang mendalam. Ini bukan hanya sekedar tradisi atau budaya keluarga yang tak bermakna. Melainkan anak-anak perlu memahami bahwa bermaaf-maafan itu memiliki arti yang tidak sederhana. Maka tiap lebaran kami pun pulang baik ke klaten maupun ke pekalongan.


Tempat dimana kakek dan nenek anak-anak kami berada, kami berkunjung dan melakukan sungkem. Walau sudah tahunan, membentuk pribadi anak-anak untuk selalu ingat mana nenek moyangnya dan harus apa tentu tidak mudah.

Melakukan perjalanan jauh saat lebaran butuh persiapan yang matang. Tidak bisa mendadak. Pesan tiket kami lakukan jauh-jauh hari. Beruntung pemerintah menyediakan kereta api sehingga memudahkan kami melakukan perjalanan. Yang paling senang tentu saja dik Adhan. Membayangkan melakukan perjalanan panjang dengan kereta tentu mengasyikkan.

Lebaran tahun ini kami tidak hanya sekali datang ke Klaten, maklum pakde Joko kebetulan bisa datang sehingga kami menyambutnya terlebih dahulu jauh hari. Kami hadir sebelum pakde Joko sampai ditempat mbah. Papa dan mas Afin datang tengah malam setelah bermain futsal. Kami mengobrol cukup banyak tentang keluarga.

Senin petang, kami kembali ke Solo sebab esok pagi setelah sahur kami harus menuju ke pekalongan. Hari Idul Fitri kami nikmati tidak hanya Sholat Ied, bersilaturrahmi maupun halal bi halal namun juga ikut menikmati makan bareng setelah sholat ied.

Hari Minggu pagi, kami pun kembali lagi ke Solo dan dilanjut langsung ke Klaten. Masih ada pakde Cilacap yang sedang menunggu kedatangan kami disana. Setelah lumayan berbincang, jelang maghrib kamipun pamit karena esok papa harus sudah berangkat kerja walaupun anak-anak masih libur. Selasa 2 hari kemudian, mama, mbak dan dik Adhan kembali lagi ke Klaten membantu mbah yang sedang punya acara.

Nak, beruntunglah kalian memiliki mbah yang rumahnya jauh. Kalian akan memaknai bahwa silaturahmi itu penting dan punya makna yang mendalam. Ini tidak sekedar soal jalan-jalan dan itu penting bagi hidup kalian. Salah satunya bila meminta maaf saja harus berkorban, kurangilah bersalah pada orang lain terutama orang tuamu.

Template by:

Free Blog Templates