18 September 2017

Pengalamanku di Kelas 3 SMA (2)

Sering juga ketika sudah pulang malam aku masih menonton Mahabharata, walaupun badan dan otak sudah tidak bisa diajak kompromi untuk belajar, tapi masih bisa diajak kompromi ketika menonton tivi atau main hp. Atau memang aku yang malas belajar aku juga tidak tahu hehe. Setelah selesai Mahabharata sekitar jam 10 malam, aku baru beranjak tidur.

Aku juga sering memaksakan diri untuk bangun lebih cepat dari biasanya sehingga dikelasl aku tidak mampu konsentrasi mengikuti KBM secara penuh. Terkadang kalo sudah tidak kuat, aku tidur saat KBM. Malah sudah sekali ini, aku ijin sakit dan tidur di UKS karena kurang tidur. Tapi aku tidak sembarangan ijin, aku juga melihat waktunya. Saat aku ijin ke UKS waktu itu, kelas 11 fullday sedang mengadakan kunjungan ke Semarang. Sehingga jika dihitung-hitung banyak guru yang absen untuk mengajar walaupun tidak semuanya. Dan dengan segera aku memanfaatkan kesempatan yang langka bagi kelas 12 itu untuk beristirahat di UKS karena KBM jelas tidak mungkin berjalan maksimal seperti biasa.


Tidak tiap hari aku ikut mengawasi latihan calon pengurus OSIS, karena harus diselingi pulang untuk beristirahat, sekalian menjemput adikku. Juga tak lupa makan dan mandi dirumah. Rutinitas yang sampai malam ini ternyata membuatku lebih boros. Beberapa kali aku habis 7-10 ribu sehari, itupun membawa bekal. Memang benar kalo belajar lebih menguras energy sehingga aku sering lapar di sekolah. Kadang saja aku makan bekalku saat istirahat pertama, padahal dari rumah sudah sarapan.

Tapi mulai akhir ini aku mencoba mengurangi bibit sifat borosku. Sehingga, kuatur tiap istirahat 1 tidak jajan sama sekali. Aku mencoba menahan diri untuk tidak jajan sekuatku. Istirahat kedua atau saat jam kosong setelah istirahat pertama aku baru makan sebagian atau kuhabiskan bekalku, kemudian saat sore aku baru jajan tetapi tidak mengeluarkan uang yang banyak, toh sampai malam pun uang saku juga tidak bertambah hehe..(nasib anak sekolah :v)

Dan kadang yang harus benar-benar aku tahan ialah minumku. Terkadang kalau aku lapar aku menahannya dengan minum yang kubawa dari rumah. Tapi terkadang entah emang sifat teman-temanku yang sudah akrab denganku sehingga tidak malu untuk minta minumku tiap hari atau akunya yang terlalu baik, yang jelas belum sampai istirahat kedua minumku sudah habis. Apalagi saat ada jadual olahraga. Belum istirahat pertama saja botolku sudah kosong. Itu yang cukup menggangguku. Aku harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli minum, walaupun hanya 1000 atau 2000 tapi bagiku sudah cukup banyak jika aku membawa minum sendiri, beda kalau aku tidak membawa.

Kalau menurutku lapar masih bisa ditahan dengan minum air, tapi kalau haus nggak bisa. Kalau lapar mungkin ada sedikit nafsu untuk jajan, tapi kalau haus emang benar-benar kebutuhan diri kita. Makanya kalo kita berolahraga, laparpun biasanya terjadi setelah selesai berolahraga. Tapi jika ditengah-tengah aktivitas olahraga, haus jelas tidak bisa ditahan. Karena air memang sebagian besar komponen dalam tubuh kita.

Memang kalau dilihat, beban kelas 12 lebih berat daripada saat aku masih duduk di kelas 11. Tetapi sampai saat ini, aku menikmatinya. Mungkin dalam menghadapinya agak berbeda daripada saat aku masih kelas 3 smp, bahkan 6 sd. Karena sebentar lagi aku benar-benar mencoba kehidupan yang baru lagi, yang kemungkinan aku akan jauh dari orang tuaku yaitu kuliah. Kalau aku lihat diriku, aku jelas belum bisa disebut mandiri karena kadang aku masih mengandalkan egoku dan belum bisa mengatur dengan baik waktuku.

Baru 5 kali ulangan saja aku tidak yakin kalau geografiku nggak remidi (semoga besok memang nggak remidi hehe). Dalam tahun ajaran baru ini saja mendekati UTS 1 aku malah ketagihan mengikuti lomba mewakili sekolah. Aku ingin memaksimalkan kesempatan meraih prestasi non-akademikku sehingga besok jika penerimaan calon mahasiswa aku punya nilai plus yang tidak dimiliki calon mahasiswa lain, dengan kata lain peluangku diterima di universitas lebih besar.


Dulu aku minder untuk ikut lomba, tapi setelah dorongan diriku dan motivasi orang tuaku, plus setelah akhirnya aku bisa menjuarai satu lomba walaupun tidak bisa dibilang wah, tapi aku yakin jika hal itu bisa membuka jalanku ke depannya. Dan semoga dengan berjalannya waktu ini, aku bisa memanfaatkan waktuku sebaik mungkin agar bisa mendapat apa yang kuinginkan dengan maksimal. Sehingga pada akhirnya aku bisa diterima di perguruan tinggi favorit dan siap menjadi calon mahasiswa baru yang mandiri yang siap untuk menjalani kehidupan yang baru dan lebih menantang daripada hidup di lingkungan ‘seragam abu-abu’. Dan akhirnya bisa membahagiakan kedua orang tuaku tentunya. Aamiin.

Pengalamanku di Kelas 3 SMA (1)

Aku ingin sedikit bercerita tentang perasaanku saat ini, di kelas 3 sma..

Tak terasa sudah 2 bulan aku menjalani kehidupan baru, yang rasanya ringan-berat kujalani. Sejak masuk Juli kemaren, entah senang atau sakit sudah kurasakan. Pertama masuk rasanya ingin seperti kelas 2 dulu, yang benar-benar menyenangkan karena aku agak sering main. Berbeda dengan kelas satu yang aku masih dipageri ortuku kalo main, entah kemana dengan siapa. Padahal udah berangkatnya sering nyepeda, capek berorganisasi waktu itu, main aja malah gak sempat. Intinya agak susah. Justru di semester 2 kemaren yang aku benar-benar berasa agak bebas, walaupun saat itu masih ada beban organisasi bagiku tak masalah kalo dibolehin main.

Sekarang udah kelas 3, aku ingin kembali ke kelas 2 rasanya walapun tidak mungkin. Ditambah semakin nyamanku terhadap apa yang diajarkan guru yang dengan mudah membuatku semakin tidak ingin cepat-cepat lulus dari MAN. Pertama yang kuingat saat MATSAMA (Masa Ta’aruf Siswa MAN) kemarin rasanya saja masih kelas 2.

Soal KBM bagiku tidak masalah sampai saat ini. Justru guruku saat ini lebih sabar dan lebih baik dalam memberi materi ke siswanya daripada kelas 2 kemarin. Aku benar-benar sedikit kecewa karena yang diajarkan saat kelas 2 kemaren yang bagiku sulit justru terlihat mudah saaat ini. Posisi dudukku ternyata juga berpengaruh. Dulu saat kelas 2, aku mengikuti temanku, Ma’ruf karena dari kelas satu kami sudah duduk bersama. Lagi-lagi dia milih duduk di belakang tahun ini. Aku berpikir ingin mencoba duduk disebelah temanku yang lain. Dan inginku juga duduk di depan supaya lebih cepat menyerap materi. Akhirnya setelah MATSAMA berakhir aku duduk disebelah temanku yang lain yang berada di baris ke 2 dari depan.

Niatku untuk menambah nilai sebesar-besarnya terutama semester 5 ini membuahkan hasil juga. Aku lebih sering menjawab pertanyaan guru, jauh daripada semester sebelumnya. Kelas 12 ini selain ada les tambahan di sekolah aku juga ada les bimbel. Sudah 2 bulan berjalan sejak aku mulai menulis tulisan ini. Juga aku baru merasakan 2 kali try out di bimbel baru dengan pola baru, setelah waktu kelas 3  smp aku berada di bimbel yang berbeda.

Dengan TO pola sbm, Alhamdulillah aku sudah bisa menyesuaikan dengan pola tersebut. Walaupun sebatas TO bimbel, tapi dari 2 kali TO terjadi peningkatan nilai. Ulangan pun di kelasku terhitung tertinggal. Dikelas lain yang sampai saat ini bisa sudah 7-8 kali ulangan, kelasku baru sekitar 5 kali ulangan terhitung sampai hari ini. Itupun aku sedikit kewalahan karena tiap kali pulang malam les yang besoknya ada ulangan, aku belum sempat belajar. Jika mungkin dilihat hanya sekolah, tapi kerja otak lebih melelahkan daripada kerja otot.

Aku yang belajar di kelas 12 reguler sekarang tidak ada bedanya dengan kelas fullday dalam hal jam pulang sekolah. Kami sama-sama keluar jam 4 sore dengan total 11 jam perhari. Hanya Jum’at kami dan Sabtu kami pulang lebih awal, masing-masing jam 11.15 dan jam 14.30.

Setelah aku selesai KBM, sementara ini sampai pelantikan pengurus OSIS minggu depan aku ikut mengawasi latihan calon pengurus OSIS. Setelah magrib dilanjut les dan kira-kira sampai rumah jam 9 kurang(sudah termasuk sholat isya’ dan perjalanan pulang).


Kendalaku yang lain ialah mencoba bangun pagi lebih awal(jam setengah 5) daripada kelas 11, tetapi masih sering tidak bisa. Biasanya kalo ada ulangan besuknya, niatku untuk bangun sebelum Subuh(jam 3-an) cukup besar, tetapi mungkin karena pulang malam serta energiku yang sudah habis benar-benar butuh diisi ulang sehingga butuh waktu tidur yang cukup. Jika biasanya anak sma lainnya langsung belajar dan tidur jam 11 atau 12-an, tetapi aku tidak. Aku berfikir, les di bimbel sudah cukup seperti belajar malam sehingga setelah les aku lebih suka main hp atau tidur.

07 September 2017

Save Me

Kristal menengadah. Air matanya hampir tumpah.
                Aku udah nggak tahan lagi, ia mengeluh. Aku capek, Tuhan. Tolong aku.
                Entah mengapa, mendadak tubuh Kristal seperti tidak bertulang. Kepalanya ambruk di meja.
                Chantal yang duduk di barisan depan menoleh ketika mendengar benturan keras. “Astaga, Kristal! Kamu kenapa?” ia bergegas menghampiri Kristal, yang mulai mengeluarkan isakan kecil. “Kris? Kamu gapapa?”ia mengguncangkan tubuh Kristal dengan panik.
                “Ga-papa.”Kristal menengadah.
                “Matamu bengkak! Kamu kenapa nangis?”Chantal masih panik.
                “Aku Cuma ngantuk, Chan. Semalam aku ga tidur,”Kristal nyengir lemah, menyeka mata.
                “Bohong! Kalau ngantuk ngapain nangis?”
                “Karena aku capek banget, beneran.”
                “Kalau gitu, tidur di UKS aja,”saran Chantal.
                “Iya. Aku ke UKS dulu. Tolong nanti ijinin ya,”Kristal merapikan buku-bukunya, tapi dicegah Chantal.
                “Aku aja yang ngeberesin. Kamu ke UKS sana, buruan.”
                “Oke, makasih.”tatapan Kristal tampak meredup. Ia berjalan pelan keluar kelas.
                Chantal tersenyum pada Kristal. Lalu ia mulai membereskan buku-buku Kristal. Ia menemukan selembar coretan di cover buku Kristal, bertuliskan I’m fine, dengan model huruf yang aneh. Chantal hanya mengendikkan bahu. Ia hendak menumpuk buku itu dengan yang lain ketika menyadari sesuatu. Ada bercak darah di ujung buku itu. Bahkan, darah itu menempel di ujung jari Chantal.
                Darah itu baru.
                Detik itu juga, Chantal merasa tidak nyaman.


              
                Kristal menggeliat. Terhitung sudah dua jam ia di UKS, tapi tidak kunjung tidur juga. Padahal matanya sudah mirip sekali dengan panda, ia juga belum tidur semenjak kemarin, tapi ia tidak bisa tidur juga.
                Ugh. Menyebalkan.
                Kristal meringkuk, memeluk lututnya, teringat kembali malam tadi.
               
Rumah Kristal, 23.20 p.m.
                “Uwaah, akhirnya drama ini selesai juga. Saatnya tidur,”Kristal bersenandung sambil mematikan laptopnya. “Lee Jongsuk benar-benar pandai acting,”ia tersenyum lebar melihat actor favoritnya yang dia jadikan wallpaper laptop. Ia menunggu hingga laptopnya benar-benar mati, lalu beranjak tidur.
                “Suatu hari nanti, aku akan pergi ke Korea, melihat Jongsuk. Setelah itu, aku akan menonton konser…”
                PRANG!
                Mimpi Kristal terputus.
                Terdengar suara jeritan dan beberapa barang pecah. Kristal tahu betul, suara itu dari lantai satu. Pasti dari dapur.
                Kristal menggigit bibir. Kali ini suara berang ayahnya terdengar oleh kupingnya.
                Ayolah, bukannya Kristal sudah menutup pintu rapat-rapat? Lalu mengapa suara ayah masih bisa terdengar?
                Kristal memejamkan mata, berusaha tidur. Tapi suara-suara dari bawah berebutan menembus telinganya. Entah benda pecah, bentakan ayah, atau… jeritan mama. Kristal mendesis demi mendengar semua itu. Ia kelewat lelah mendengar pertengkaran orangtuanya. Seperti sebuah acara, pertengkaran itu selalu terjadi di malam hari, dimana orangtuanya berpikir kalau Kristal sudah tidur.
                Kristal menyeringai kecil. Bahkan tiap pagi ayah-mamanya selalu bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Mereka tidak tahu, Kristal sudah mendengar pertengkaran mereka sejak dua bulan yang lalu. Kristal tidak pernah tidur di malam hari dua bulan terakhir, karena pertengkaran itu.
                Dan, tiap malam Kristal selalu menangis. Ia benci orangtuanya. Lebih tepatnya, ia benci pertengkaran orangtuanya.
                Tapi malam ini, air mata Kristal sudah mongering. Ia lelah menangis terus.
                Kristal memejamkan mata lagi, memaksa tidur. Besok ada ulangan matematika, ia tidak boleh mengantuk di sekolah.
 Tapi seperti malam-malam sebelumnya, Kristal tidak bisa tidur. Seperti biasanya, justru aneh kalau Kristal bisa terlelap di antara pertengkaran orangtuanya.

                Kristal menghela napas, membenamkan diri di bantal UKS. Ia sungguh lelah, ia butuh tidur.
                Kristal mencengkram sprai UKS berang. “Awh!”Kristal menjerit tertahan.
                “Bodoh,”ia merutuk dalam hati, melihat bercak darah di sprei. Ia mengangkat tangannya, menemukan bahwa darah masih mengalir dari pergelangan tangannya. Kristal membebat tangannya dengan jaketnya asal. Lalu ia menyambar bantal untuk menutup wajahnya.
                “Tolong,”bisiknya di balik bantal. “Aku mau tidur, sebentar saja.”

                Chantal meregangkan tangannya. “Yay, akhirnya selesai matematika. Fiuh.”
                “Iya, iya, yang bisa ngerjain. Meski bisa, gausah sombong gitu dong,”kata Sarah, teman sebangku Chantal dengan sensi. “Tau ga sih, kamu itu Cuma beruntung semata, be-lum ja-go.”Sarah menekan kata-katanya. “Bahkan si Kris yang jenius aja biasa aja dapet seratus.”
                “Btw, tumben Kris ga masuk?”Tya yang duduk di belakang Chantal dan Sarah menyahut.
                “Masuk, kok. Orang ada tasnya,”Bianca menjawab.
                “Eh iya, tadi Kris ke UKS,”Chantal memberi tahu. “Tapi sampai sekarang belum balik. Mungkin capek banget. Abisnya tadi matanya bengkak, kaya kurang tidur gitu. Terus dia sempat nangis juga. Waktu kutanya, dia bilang dia capek banget.”
                “Oh, jadi yang numpuk buku-buku Kris itu kamu?”Tanya Tya. “Pantesan berantakan gitu. Kupikir Kris udah gila.”
                Chantal nyengir. Kristal itu perfeksionis, dia tidak bisa melihat sesuatu berantakan. Pasti tangannya tergeak untuk merapikan barang-barang, termasuk barang teman-temannya sekalipun. Chantal dan teman-temannya sering mengira Kristal mengidap antoxphobia (fobia terhadap ketidakteraturan) karena sifatnya itu.
                “Bian, ngapain kamu?”Tanya Sarah melihat Bianca memberesi buku-buku Kristal.
                “Mending kurapiin aja lah, biar kalau Kristal nggak ngamuk kalau balik,”Bianca menjawab ringan. Sesaat, Chantal, Sarah, dan Tya hanya melamun sementara Bianca meneruskan kegiatannya. Makanya, mereka bertiga terlonjak kaget ketika Bianca berteriak.
                “Astaga! Ini apa, coba!”Bianca membelalak memandangi buku di depannya.
                “Apa? Apa?”Chantal, Sarah dan Tya gedubrakan menghampiri Bianca.
                “Loh, itu kan coretan yang tadi. Kenapa memangnya?”keingintahuan Chantal surut melihat Bianca yang memegang buku yang covernya ada coretan ‘I’m fine’ yang tadi dilihatnya.
                “Save me,”Sarah menggumam.
                “Save me? Bukannya I’m fine?”Chantal heran. Ia melihat ke coretan tadi, dan benar saja. Coretan itu membentuk tulisan save me. Chantal melongo. “Demi apapun, tadi tulisannya I’m fine.”
                “Ah!”Tya menyambar buku itu, lalu dibaliknya. “Lihat! Tulisannya jadi I’m fine!”
                Mata Chantal, Sarah, dan Bianca membulat. Benar, tulisannya jadi I’m fine sekarang, seperti yang dibaca Chantal tadi. Chantal membolak-balik buku itu, memastikan penglihatannya.
                “Betul,”katanya, “Pantesan jenis tulisannya aneh gitu. Ternyata kalau dibalik bisa dibaca.”
                “Kris keren, ya, bisa bikin beginian.”
                Keempat perempuan itu masih mengagumi tulisan Kristal ketika bu Jody datang dengan tergesa.
                “Siapa yang terakhir melihat Kris? Tolong ikut Ibu ke Rumah sakit.”
                Chantal terperangah. “Ada apa, Bu?”
                “Tolong ikut saya dulu. Nanti saya jelaskan.”
                Chantal akhirnya mengikuti bu Jody. Ia berlari kecil untuk mensejajari langkah lebar guru bimbingan konselingnya. “Bu Jody!”panggilnya, dengan langkah terengah. “Tolong jelaskan, Kristal kenapa?”
                “Kristal ditemukan tak sadarkan diri di kamar mandi. Ia menyayat nadinya, dan mencegah pembekuan darah dengan merendam tangannya di air hangat.”
                Mendadak Chantal menghentikan langkah. Kakinya melemas.
                “Kristal…?”air mata menggenangi pelupuk mata Chantal. “Kok bisa…?”ia menyeka mata, kembali mengejar bu Jody.
                “Kristal sepertinya memendam banyak masalah di rumah,”bu Jody menghela napas. “Orangtuanya tidak akur, jadi ia sering stress. Dan Kristal punya kecenderungan untuk melukai dirinya sendiri,”bu Jody menjelaskan lagi. “Bahkan di tangannya, ada goresan yang sepertinya dibuat dengan pisau lipat, bertuliskan I’m fine. Tapi dokter di rumah sakit bilang, di tangannya ada tulisan save me, bukan I’m fine. Membingungkan.”
                Chantal terhenyak. Tiba-tiba, adegan tadi pagi di sekolah terlintas di benaknya. Begitu jelas, sehingga rasanya seperti menonton film.

Kelas, 06.00 WIB.
                Chantal memasuki kelas dengan riang. Akhirnya ia bisa berangkat pagi juga. Masih ada banyak waktu untuk mengerjakan pr.
                “Eh, Kris! Sudah datang?”Chantal menyapa Kristal, satu-satunya teman yang sudah datang. “kamu mengerjakan peer juga?”
                Kristal memandang spidol di genggamannya sambil tersenyum miring. “Aku Cuma lagi coret-coret. Yah, kau tahulah, kerjaan orang iseng.”
                Chantal Cuma tertawa. Ia meletakkan tasnya di meja, mulai mengerjakan peer. Tiba-tiba, selembar kertas cover mendarat di mejanya. “Eh?”Chantal mengambil kertas itu. “Ini punyamu, Kris?”
                “Iya, makasih.”Kristal mengambil cover itu dari tangan Chantal, tersenyum kecil. Chantal mengangguk, lalu kembali mengerjakan peer.
                5 menit setelah itu, Kristal ambruk di mejanya.

                Chantal mendesis jengkel. Sekarang ia baru menyadari bahwa Kristal sudah memberinya kode. Cover yang mendarat di mejanya tadi pagi adalah cover yang bertuliskan I’m fine, save me.
                Dan bodohnya, Chantal sama sekali tidak menyadari itu. tangan Chantal mengepal, pandangannya memburam karena air mata. Ia kesal sekali pada dirinya sendiri yang begitu bodoh.
                “Chantal?”panggil bu Jody. “Ayo, operasi Kristal 10 menit lagi. Kita harus sampai di rumah sakit secepatnya.”
                Chantal mengangguk. Ia harap, ia masih bisa bertemu Kristal lagi.
                 

               






Template by:

Free Blog Templates