09 Desember 2016

Boneka Panda (II)



Alea tersengal. Dia tahu sekarang. Mile bukanlah seorang manusia. Dia seorang penjahat kejam. Alea meringis ketika kepalanya diputar oleh Milea. Dirinya diangkat tinggi-tinggi dengan satu tangan. Tatapannya bengis. “Terimakasih sudah membebaskanku.”
                Dengan susah payah, Alea membalas, “Ap-pa maksud-mu?”
                “Ya, kau membebaskanku,”Mile menjilat bibir keringnya. “Tapi aku butuh darah.”
***
Februari 2002, di rumah sakit kota.
                “Kau tahu, Alea?”Ilan berkata dengan tergesa, napasnya tersengal-sengal. Dia menghirup napas dari tabung oksigen di ruangan putih tersebut. “Aku ber-mimpi. Mimpi per-tamaku di rumah sakit. Di mim-pi itu, Ayah be-berkata, ‘aku memakukan kakinya sebab itu dapat mengurungnya’. Da-dan aku berpi-pikir ka-llau ya-yang di-makh-sud ayah...”
                Belum selesai bicara, Ilan sudah kehilangan kesadaran. Alea memeluknya sambil menangis, panik memencet tombol pemanggil perawat. Butuh lima detik sebelum perawat-perawat berdatangan. Butuh sepuluh detik sebelum Ilan benar-benar dinyatakan pergi oleh dokter.
                Tinggallah Alea terisak sendirian di lorong lengang rumah sakit raksasa itu.
***
                Alea dibanting lagi. Dia benar-benar lemas, tubuhnya sakit semua. Kepalanya berputar.
***
Juli 2017, di kelas.
                Alea mengayunkan sapunya. Debu-debu berterbangan. Alea mengeluh. Hari ini jadwal piketnya bersama Mile. Sebetulnya Rio juga piket, tapi dia hilang entah kemana.
                Sekelebat bayangan melewati punggung Alea. Alea merasakan punggungnya panas. Dia menoleh, dan mendapati Mile berubah menjadi monster mengerikan. Dia mengangkat pisau ke arah Alea. Tanpa berpikir panjang, Alea menghantamkan sapunya ke kepala Mile, lalu lari secepat kilat ke samping sekolah.
                Dia tak mempedulilkan orang-orang yang menatap heran, yang jelas kakinya terus berpacu. Hingga memasuki hutan pinus.
***
                Alea mengerjapkan mata. Dia tahu. Dia tahu kelemahan Mile. Aku harus mengalihkan perhatiannya.
                “Alea. Ada salam terakhir?”Mile mendongakkan wajah Alea dengan satu tangan. Sedang tangan lainnya mengangkat pisau tinggi-tinggi.
                Alea menggigit bibir, mengumpulkan tenaga.
                Mile mendekatkan wajahnya ke Alea. “Tidak ada? Apa kau yakin?”
                Klontang! Pisau itu ditendang Alea jauh-jauh, dengan sisa tenaganya. Mile meraung marah. Dia melompat untuk mengambil pisaunya diantara semak-semak. Alea, dengan cepat menggulingkan diri, menjauh. Dia meletakkan bandul kalungnya tadi di tanah, merenggut pin dari bajunya, dan dengan cepat menusukkannya ke kaki boneka itu.
                Mile yang berhasil menemukan pisau tadi, dengan cepat berusaha menusukkan pisau itu. Tapi, bersamaan dnegan Alea yang menusukkan jarum kedua, Mile menghilang, bak bubuk yang ditiup angin.
                Lepas itu, Alea merasa tubuhnya tidak berdaya. Diiringi dengan embusan angin melalui sela pohon pinus, matanya terpejam.

Template by:

Free Blog Templates