05 Januari 2016

Lelaki Misterius



Andin dan Dino, saudara kembarnya, diajak paman Husin naik kapal feri saat liburan. Orangtua mereka sedang sibuk-sibuknya bekerja, jadi tidak sempat menemani dua anak kembar itu berlibur. Jadi, ketika paman Husin menawari mereka untuk naik kapal feri, Andin dan Dino langsung mengiyakan. Untunglah orangtua mereka mengijinkan.

 
                “Ndin, mau nggak?”Dino menyodorkan permen. Andin menggeleng, menunjuk giginya yang sakit. Kemarin-kemarin, waktu giginya sehat, dia banyak makan cokelat dan permen, tapi selalu lupa sikat gigi menjelang tidur. Akibatnya, giginya berlubang dan ia dilarang makan cokelat serta permen oleh bu dokter.

                Dino nyengir. Dilahapnya tiga permen sekaligus. Ia melihat Andin yang menatapnya ngeri, sepertinya takut kalau giginya juga berlubang sepertinya. “Tenang saja, aku kan selalu sikat gigi. Tidak usah takut berlubang sepertimu.”kata-kata Dino membuat Andin merengut.

                “Tapi, jangan banyak-banyak juga makannya lho Dino. Percuma saja selalu sikat gigi kalau makan permen melulu.”nasehat paman Husin dari kursi depan. Andin menyeringai sekarang. Dino cemberut.

                Mobil paman berhenti. Dino melihat ke depan. Olala, ternyata banyak mobil yang mengantre untuk membayar tiket masuk kapal. Ya, mobil-mobil ini akan ikut ‘menumpang’ kapal. Tidak hanya manusia saja. Mobil paman juga akan menumpang dan menginap di kapal. 

“Paman, kenapa berhenti? Di kapal tidak ada rambu-rambu lalu lintas, bukan?”tanya Andin.
                Paman Husin dan Dino tertawa. “Ngaco aja kamu Ndin. Mana ada rambu lalu lintas di kapal. Untuk apa?”ledek Dino.

“Tentu tidak, Andin. Lihatlah ke depan, mobil-mobil sedang antre untuk membeli tiket.”jelas paman.
                “Oo begitu.”Andin manggut-manggut. Ia lalu melihat laut dari dalam mobil. “Paman, boleh tidak aku keluar sebentar? Kakiku pegal. Sementara antrenya masih lama.”begitu paman mengangguk, Andin langsung bersemangat. Dibukanya pintu mobil.

                “Andin, jangan!”Dino berteriak. Tapi terlambat, pintu mobil sudah membentur mobil sedan di samping mobil paman. Andin terkejut. Si pemilik sedan, seorang ibu-ibu keluar sambil marah-marah. Dia mengomeli Andin. Andin hanya diam. Setelah si ibu masuk lagi ke sedan, ia kembali ke mobil dengan tampang kesal.

                “Tuh, kan. Aku bilang jangan. Kamu sih nggak lihat-lihat.”
                “Iya iya No. Aku kan nggak tahu. Si ibu sedan itu juga kelewatan, Cuma kena dikit aja marah sampai segitunya. Padahal aku nggak sengaja. Huuh.”Andin merengut. 

                “Tapi kamu juga salan Ndin. Mobil kalau tergores sedikit saja, membetulkannya nggak murah lho. Apalagi kalau catnya mengelupas. Harusnya kamu minta maaf tadi.”kata paman Husin. Andin diam saja, dia merajuk. Dia merasa dirinya benar karena tidak sengaja.

                15 menit kemudian, barulah mobil paman bisa masuk ke kapal. Sementara paman memarkirkan mobilnya, Andin dan Dino melihat-lihat kapal. Kapal ini besar sekali. Seperti yang didengar Dino dari petugas, kapal ini dapat menampung 300 penumpang. Besar juga, ya.

                Bosan berjalan-jalan, Andin dan Dino mampir ke kantin kapal. Kebetulan jam sudah menunjukkan pukul 12.40. Kantin sudah buka. Para penumpang berbaris, hendak mengambil makanan. Andin dan Dino berada di antara mereka. 

                Akhirnya tiba giliran Andin untuk mengambil makanan. Ia sedikit heran, makanan yang disediakan enak-enak, padahal setahunya untuk menumpang kapal ini ongkosnya tidak terlalu mahal. Makanan yang disediakan juga sangat beragam, sampai bingung Andin memilihnya. Akhirnya ia mengambil lauk udang, tempe, dan ikan teri. Sedang Dino, dia memilih sate, cumi-cumi, juga ayam goreng. 

                “No, mau makan dimana nih?”tanya Andin sambil membetulkan piringnya yang sedikit miring. Dino melihat berkeliling. 

                “Disana saja, tidak terlalu ramai.”Dino menunjuk pojok kapal. Ia serta saudara kembarnya kesana, duduk dan mulai menyantap makanan masing-masing. Sambil makan, Dino melihat sekelilingnya. Ia mengamati penumpang-penumpang yang makan disini. Ada seorang ibu-ibu gendut yang tampangnya ramah, seorang gadis cilik yang sepertinya anaknya. Juga ada seorang gadis muda berkerudung, seorang pemuda yang membelakanginya, dan bapak-bapak berumur 50an. Mereka sibuk sendiri-sendiri.

Dino membuang pandangannya ke laut. Eh, ternyata juga ada sesosok laki-laki yang sedang menatap laut. Dino melihatnya dari samping. Lelaki itu mengenakan jaket kulit, celana jin yang sobek-sobek, juga sepatu bot. Di kepalanya terpasang topi koboi yang menutupi rambutnya yang gondrong. 

Entah sebab apa Dino terus memandang laki-laki itu. Orangnya kekar. Seperti tokoh film penjahat. Tubuhnya besar sekali. Pasti ia kuat menggendong tiga galon sekaligus, batin Dino. Tapi ada yang mencurigakan...
Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates