15 Agustus 2011

Merelakan Kepergiannya (3)

Rupanya mbah putri belum tahu sehingga mendengar cerita tersebut kaget. Papa menelponkan mama supaya mbah putri tidak merasa was-was. Sekitar jam 15.00, mbah Kakung dan papa berangkat menuju pemakaman desa yang berjarak 200 meter. Meski dekat namun jalanan menuju kesana naik atau berbukit dan kebetulan cuacanya sungguh terik.

Dengan membawa beberapa peralatan gali seperti linggis, arit dan serok maka digalilah lubang dekat makam bude Endang dan mas Dewa serta dua paman mas Afin dan mbak Alma. Di kawasan yang terletak diatas bukit tersebut banyak terdapat makam tua dan sudah dikijing (dibatasi dengan tembok). Ada yang diberi rumah-rumahan segala meski juga ada yang dibiarkan saja.


Beberapa makam terlihat terawat namun sebagian lainnya dibiarkan begitu saja. Beberapa gentengnya sudah terlepas dari kayu atap dan berserakan. Mbah kakung memilih lokasi dibawah pohon Kamboja dan terlindung dari sengatan matahari. Setelah cukup dalam, maka gerabah tempat calon janin itu dikuburkan.

Diatas gerabah itu diberi beberapa genteng penopang tanah. Disekelilingnya juga diberi bata sebagai pembatas. "supaya ada penanda" ujarnya. Saat ditanya siapa nama calon janin, papa gelagapan karena memang tak ada namanya. Asumsinya karena masih calon janin. Setelah ditimbun kembali, papa membacakan surat Al Fatikhah agar makam bisa terjaga dengan baik.


Meski kami hidup sederhana, tidak mudah merelakannya pergi. Kami sangat berbahagia bila ada keluarga hadir apalagi dari keturunan kami sendiri. Mas Afin dan mbak Alma masih berharap kelak ada adik lagi. Setidaknya saat ini mama kondisinya baik dan sehat. Kami menyerahkan semuanya pada Allah SWT, apakah masih akan hadir anggota keluarga baru atau tidak. Itu semua Barakah dari Allah dan kami akan senang menerimanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates